Kalau kamu dengar atau baca berita tentang pelecehan seksual atau pemerkosaan, pasti kamu punya beragam opini dan respon soal itu. Tapi, tahu enggak sih, enggak semua respon yang biasa digunakan untuk menanggapi kasus pelecehan atau pemerkosaan itu benar.
Biar kamu enggak bingung atau enggak sengaja makin memojokkan korban, Sobat ASK punya daftar 10 asumsi yang BAHAYA soal kasus pelecehan seksual.
1. “Ah, paling dia bohong, berlebihan aja, kan cuma salah paham.”
Memang ada laporan kasus pemerkosaan yang tidak benar atau tidak bisa dibuktikan. Tapi, bukan berarti kamu bisa berasumsi semua laporan perkosaan itu bohong.
Hal yang sama juga berlaku kalau kamu beranggapan itu bukan pelecehan seksual, tapi cuma “salah paham”. Kamu mungkin mengira bahwa korbannya aja yang lebay dan baper, padahal pelakunya cuma mau ngegodain atau main-main. Tapi kalau seseorang enggak nyaman sama perlakuan orang lain, enggak ada yang berhak maksa dia.
2. “Coba kalau kamu pakai baju yang lebih sopan, pasti kamu enggak diperkosa.”
Sebuah komunitas di India, Blank Noise Project, pernah bikin kampanye bernama I Never Ask For It. Di kampanye itu, mereka memamerkan baju yang dikenakan korban pelecehan seksual saat mereka dilecehkan. Bajunya ternyata macam-macam: mulai dari tanktop, kemeja lengan panjang, sampai baju tradisional India yang tertutup.
Artinya apa? Ini bukan soal baju apa yang dipakai korban, tapi soal keputusan dan tindakan yang diambil pelaku.
3. “Itu pasti karena pelakunya nafsuan banget!”
Hampir semua orang punya hasrat seksual. Tapi, tidak semua orang lantas melakukan kekerasan seksual.
Pemerkosaan adalah tindak kekerasan yang menggunakan seks, bukan tindakan kriminal yang didorong oleh hasrat seksual. Pelaku pemerkosaan bukan sekedar nafsu, dia ingin mengendalikan dan menguasai korban.
4. “Lho, dia kan suami kamu? Masak kamu bilang dia memperkosa?”
Aktivitas seksual apapun, mulai dari pelukan sampai berhubungan badan, harus dilakukan berdasarkan persetujuan dari kedua pihak. Kalau ada satu saja pihak yang enggan, artinya itu sudah termasuk kekerasan dan pelecehan seksual.
Ini berlaku untuk siapa saja. Makanya, suami juga bisa banget melakukan pelecehan seksual kepada istri. Hanya karena mereka sudah terikat status tertentu, bukan berarti semua aktivitas seksual yang mereka lakukan itu oke-oke aja.
5. “Kenapa enggak langsung ke polisi? Kamu pasti bohong!”
Korban pelecehan seksual pasti bingung, sedih, dan takut. Mereka enggak mau dinyinyirin sama orang-orang sekitar, dianggap bikin malu, dan diliatin. Mereka enggak mau diancam sama pelaku, dan enggak mau repot ngurusin proses hukum yang kadang ribet.
Makanya, wajar banget kalau korban tidak langsung mendatangi polisi setelah terjadinya perkosaan. Kalau kamu kenal orang yang jadi korban, yang terpenting adalah membuat dia merasa nyaman dulu dan memberi dia dukungan moral yang ia butuhkan. Baru setelah itu kamu bisa pelan-pelan membujuk dia untuk mendatangi polisi. Atau kalau kamu bingung, buka saja Direktori Layanan kami dan cari konselor dan komunitas yang bisa ngebantu kamu berurusan dengan hukum, dan memberi bantuan konseling khusus korban.
6. “Makanya jangan suka nongkrong sama orang yang enggak dikenal, bahaya!”
Pemerkosaan bisa dilakukan oleh siapa saja dan kepada siapa saja pula. Kamu pasti enggak asing lagi dengan berita seorang kakek memperkosa cucunya, atau seseorang mencabuli anak tetangga. Seringkali, kasus pelecehan dan kekerasan seksual dilakukan oleh orang-orang di sekitar korban.
7. “Kenapa kamu enggak melawan? Kamu kok lemah banget!”
Ini berhubungan juga dengan nomor 5. Reaksi orang ketika dihadapkan dengan situasi yang menakutkan seperti pelecehan seksual bisa beragam. Beberapa orang akan melawan, beberapa orang yang lain akan panik, dan ada juga yang tidak melawan karena takut dia akan jadi korban kekerasan lebih jauh.
8. “Kamu kan laki-laki! Masa kamu jadi korban pelecehan!”
Jangan salah, laki-laki juga bisa jadi korban pelecehan dan kekerasan seksual, baik oleh perempuan maupun oleh sesama laki-laki. Jadi, jangan kira kalau kasus pemerkosaan cuma dilakukan oleh laki-laki dan cuma bisa terjadi pada perempuan.
9. “Salah sendiri dia mabuk.”
Wah, coba kamu baca-baca lagi tulisan soal consent. Intinya, kedua pihak harus sama-sama mampu menyampaikan persetujuannya terhadap aktivitas seksual tersebut. Kalau orang itu mabuk, sakit keras, pingsan, atau tidur, dia tidak bisa menyampaikan apakah dia sepakat atau tidak sepakat untuk melakukan aktivitas seksual. Enggak adil, dong, kalau mereka dianggap “pantas” diapa-apain?
10. “Lho, tadi kan kamu bilang mau! Kok sekarang malah bilang aku melecehkan kamu?”
Kalau kamu udah bilang iya, terus kenapa dianggap pelecehan?
Mungkin, ketika kalian mulai pelukan atau pegangan tangan, kamu masih nyaman dan mau. Mendadak pacarmu minta ciuman dan berhubungan seksual, dan awalnya kamu mau-mau aja. Tapi begitu kalian mau mulai, mendadak kamu ngerasa enggak nyaman dan enggak mau melanjutkan.
Ini wajar dan enggak apa-apa banget. Kalau kamu merasa tidak nyaman dengan tindakan seksual apapun yang dilakukan pasanganmu, kamu berhak berhenti dan dia harus menghormati kemauan kamu.
Kalau kamu jadi korban perkosaan atau kenal orang yang jadi korban, jangan khawatir karena #KamuTidakSendirian. Ada banyak klinik dan konselor yang bisa ngebantu kamu mendapat pelayanan yang kamu butuhkan. Buka-buka aja di Direktori Layanan kami 🙂
Sumber:
http://www.vox.com/2014/12/6/7342971/rape-myths-sexual-assault
http://www.cosmopolitan.com/college/news/a30507/sexual-assault-misconceptions/
http://www.mindbodygreen.com/0-21715/12-ways-we-all-contribute-to-rape-culture-without-realizing-it.html
Sumber foto: etsy.com