Pada setiap Maret seluruh dunia memperingati International Women’s Day (IWD). Tema yang diangkat IWD 2022 ini adalah Break The Bias! Sobat Remaja, mari kita pahami bersama-sama apa itu bias dan kenapa penting untuk kita memutus budaya bias demi menciptakan kesetaraan gender.
Bias merupakan sebuah kecenderungan memberikan prasangka terhadap orang atau sesuatu. Biasanya, bias didasari atas stereotip atau label yang dilekatkan pada individu atau kelompok. Bias dapat merugikan karena dapat memberikan penilaian yang terburu-buru dan diskriminatif.
Sobat Remaja pasti pernah mendengar beberapa ungkapan yang bias gender seperti ini, “perawan kok bangunnya siang,” “kamu kok kasar sih padahal perempuan,” “perempuan kok pulang malam, pasti gak bener nih,” atau “laki-laki jangan nangis.” Ungkapan-ungkapan ini adalah bentuk bias gender karena diskriminatif atau membeda-bedakan berdasarkan gender seseorang.
Di masyarakat dengan sistem patriarkal kita akan sering menemukan bias gender. Seringkali bias gender ini memberikan label perempuan adalah makhluk yang lemah, harus memiliki karakter yang lembut, dan submisif atau penurut. Itulah sebabnya kita bisa mendengar ungkapan “perempuan gak usah tinggi-tinggi sekolah kan kodratnya di dapur, sumur, dan kasur.”
Sedangkan, laki-laki dianggap makhluk yang tidak boleh lemah serta harus kuat sehingga tidak boleh menangis. Itu sebabnya kita juga sering mendengar ungkapan, “kalau laki, harus berani!” Seakan-akan keberanian hanya dimiliki oleh laki-laki saja. Padahal, perempuan juga perlu memiliki keberanian.
Bias Gender di Sekitar Kita
Budaya bias gender dapat kita temukan di mana-mana, di rumah, sekolah, hingga tempat kerja. Selain berupa ungkapan, bias gender juga dapat ditemukan lewat adanya perbedaan hak dan kewajiban berdasarkan gender.
Di sekolah, kita bisa melihat adanya bias gender dengan adanya pendidikan yang membagi peran tertentu antara laki-laki dan perempuan. Tetapi, pembagian tugas itu bukan karena kemampuan dan minatnya, melainkan berdasarkan gendernya.
Pada banyak sekolah, kita diajarkan peran-peran perempuan dan laki-laki dalam keluarga. Bapak bekerja mencari nafkah, sedangkan Ibu mengurus rumah dan anak. Peran-peran di atas ini dibentuk sebagai nilai-nilai “ideal” dalam keluarga. Nilai-nilai ini terus direproduksi oleh masyarakat kita termasuk lewat lembaga pendidikan.
Nilai-nilai yang ada di keluarga diseragamkan. Padahal, setiap keluarga memiliki kondisi yang berbeda sehingga tidak bisa diseragamkan. Keberagaman merupakan sesuatu yang normal di masyarakat. Menerima keberagaman ada berarti mendukung toleransi dan bisa membuat kehidupan menjadi lebih berwarna.
Banyak perempuan yang memutuskan bekerja setelah menjadi Ibu untuk dapat ikut menopang kebutuhan finansial keluarga dan/atau juga sebagai bentuk aktualisasi diri. Pekerjaan rumah juga tidak dapat dibebankan hanya kepada Ibu, Bapak juga perlu untuk terlibat dalam mengurus pekerjaan rumah karena pekerjaan rumah milik bersama.
Bias gender dalam keluarga biasanya digambarkan dalam sifat yang dilekatkan oleh masyarakat berdasarkan jenis kelamin seseorang. Pada seseorang yang terlahir dengan vagina, ketika menjadi Ibu ia diharapkan untuk menjadi sosok yang lemah lembut dan penyayang. Sedangkan seseorang yang terlahir dengan penis, ketika menjadi seorang Bapak dilekatkan sebagai sosok yang keras dan tegas. Itu sebabnya kita sering mendengar istilah ‘kebapakan’ atau pun ‘keibuan.’ Padahal setiap orang memiliki sifat yang berbeda-beda terlepas dari apa jenis kelaminnya. Bapak bisa menjadi sosok yang penyayang sedangkan ibu bisa menjadi sosok yang keras dan tegas.
Ini sebabnya, bias gender harus dihentikan agar masyarakat kita dapat menempatkan perempuan dan laki-laki menjadi manusia yang setara. Misalnya dalam keluarga, Bapak juga terlibat dalam pekerjaan rumah dan Ibu juga bisa mencari nafkah.
Apakah Sobat Remaja pernah merasa bingung ketika apa yang dipelajari di sekolah soal peran-peran di keluarga berbeda dengan yang terjadi di rumah? Atau, sekolah Sobat Remaja sudah bebas bias gender?
Kebingungan yang dialami Sobat Remaja normal karena kalian sedang ada di tahap belajar. Setelah mengetahui bahwa hal-hal di atas adalah bentuk dari bias gender, Sobat Remaja dapat mulai menghindari praktik-praktik bias gender setidaknya dimulai dari rumah ya. Jika Sobat Remaja laki-laki, kalian bisa mulai terlibat dalam pekerjaan rumah. Jika Sobat Remaja perempuan, kalian bisa terus bermimpi untuk sekolah setinggi-tingginya dan berkarir.
Pentingnya Menghapus Bias Gender
Apakah mimpi Sobat Remaja di kemudian hari? Sudah terbayangkah nanti ingin menjadi apa setelah dewasa? Tapi, pernahkah kalian takut memilih suatu profesi karena profesi itu dibedakan berdasarkan gender? Padahal sebenarnya kalian merasa mampu mengerjakannya di kemudian hari terlepas dari apa gender Sobat Remaja.
Seperti pilot, teknisi, dan pembalap digambarkan sebagai profesi laki-laki. Sedangkan perawat, guru, dan psikolog itu digambarkan sebagai profesi perempuan. Hal itu membuat kita merasa pilihan yang kita punya menjadi sempit. Akhirnya, laki-laki dan perempuan mengalami diskriminasi ketika memilih pekerjaan bahkan saat bekerja.
Break the Bias mengupayakan bahwa semua orang bisa menjadi apapun yang kita mau, tanpa memandang gender. IWD tidak hanya mendorong kesetaraan hak-hak pada perempuan, tetapi juga laki-laki. Ini sebabnya, baik perempuan dan laki-laki perlu untuk mendorong kesetaraan gender.
Tetapi, kenapa para perempuan yang mendorong kesetaraan gender? IWD ada karena hak-hak yang dimiliki perempuan masih lebih rendah daripada yang dimiliki laki-laki. Seperti pada data yang dapat kita lihat di bawah ini, partisipasi tenaga kerja masih didominasi oleh laki-laki.
Untuk dapat mendorong partisipasi perempuan di dunia kerja, penting untuk menghapuskan diskriminasi terhadap perempuan di tempat kerja. Di Indonesia, data dari UN Women menunjukkan bahwa perempuan masih mendapatkan upah yang lebih rendah daripada laki-laki.
Meski mendapatkan upah yang lebih rendah, penelitian McKinsey menunjukkan pada tingkatan atau jabatan yang sama perempuan bekerja lebih berat dibandingkan laki-laki. Ruang kerja yang inklusif dibutuhkan untuk dapat mendorong kesetaraan gender di tempat kerja.
Perempuan yang menjadi pemimpin juga bisa mendapatkan label bossy girl. Padahal banyak laki-laki yang berwatak keras dan suka mengatur di tempat kerja tetapi tidak ada sebutan bossy boy. Begitupun sebutan career woman untuk perempuan yang bekerja, tetapi tidak ada yang menyebut career man karena laki-laki dianggap wajar untuk bekerja. Padahal bekerja adalah pilihan untuk dapat memenuhi kebutuhan finansial di luar apapun itu gendernya.
Untuk dapat adil gender dan menghapuskan bias, Sobat Remaja bisa memulainya dengan menumbuhkan empatik untuk dapat melihat sebuah fenomena dengan isi pikiran yang jernih. Dimulai dengan hal yang kecil seperti tidak membeda-bedakan orang lain berdasarkan gendernya, menghargai perbedaan, dan saling mendukung pilihan masing-masing selama tidak mencelakai orang lain.
Selain penerimaan terhadap lingkungan sekitar dan orang lain. Sobat Remaja, perlu juga untuk menumbuhkan self love atau mencintai diri sendiri dengan menerima perbedaan yang ada pada diri masing-masing.
Di IWD tahun ini apakah Sobat Remaja memiliki keresahan atau harapan sesuai tema Break the Bias? Jika ada, Sobat Remaja bisa ungkapkan lewat kolom komentar ya!
Glosarium
International Women’s Day: momentum global setiap 8 Maret untuk merayakan pencapaian sosial, ekonomi, budaya dan politik perempuan. Momen ini juga digunakan untuk mendorong kesetaraan gender.
Stereotip: penilaian atau anggapan terhadap seseorang berdasarkan kelompok sosial tempat seorang individu tersebut berada
Sistem patriarki: sistem yang menempatkan kepentingan laki-laki lebih utama, sedangkan kepentingan perempuan dikesampingkan
Inklusif: sebuah pandangan untuk menerima perbedaan
Daftar Pustaka
Perez, Caroline Criado. (2019). Invisible Women:Exposing Data Bias in a World Designed for Men. Random House: United States.
Databoks Katadata. (2019). Tingkat Partisipasi Tenaga Kerja Masih didominasi Laki-laki. Diakses melalui: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/05/07/tingkat-partisipasi-tenaga-kerja-masih-didominasi-laki-laki
Asia Pacific UN Women. (2020). Infographic Gender Pay Gaps in Indonesia. Diakses melalui: https://asiapacific.unwomen.org/en/digital-library/publications/2020/09/infographic-gender-pay-gaps-in-indonesia#view
McKinsey & Company. (2021). Diversity and Inclusion: Women in the Workplace. Diakses melalui. https://www.mckinsey.com/featured-insights/diversity-and-inclusion/women-in-the-workplace
Magdalene. (2022). Pendidikan yang Masih Bias Gender. Diakses melalui. https://magdalene.co/story/pendidikan-yang-masih-bias-gender
Forbes. (2022). How to Break the Bias at Work on International Women’s day and Everyday. Diakses melalui: https://www.forbes.com/sites/hollycorbett/2022/03/08/how-to-breakthebias-at-work-on-international-womens-day-and-every-day/?sh=2ce76db71e6b
Psychology Today. (2022). Bias. Diakses melalui: https://www.psychologytoday.com/us/basics/bias
Penulis: Yuviniar Ekawati