Mengapa kita perlu peduli terhadap PKRS remaja?
Mungkin itu pertanyaan paling dasar di benak banyak orang ketika melihat kerja-kerja Rutgers mengadvokasi PKRS di segala lini dengan batu sandungan yang tidak mulus belaka.
Jawabannya agar Indonesia punya tabungan bonus demografi berkualitas.
Bayangkan ketika remaja usia 10-24 tahun sekarang mendapat PKRS, dengan prediksi Siswanto, sepuluh tahun ke depan mereka berpeluang berada pada usia subur dan menjadi orang tua. Dengan bekal PKRS komprehensif para calon orang tua ini akan melahirkan dan meneruskan ilmu mereka ke anak-anaknya.
Makanya dengan bersusah payah Rutgers Indonesia mengembangkan SETARA dengan memakan waktu penyusunan hampir dua windu. Edisi pertama muncul di tahun 2012, kemudian pada tahun 2017 modul ini direvisi selama setahun, beberapa kontennya menyesuaikan dengan perkembangan dan “budaya” di Indonesia.
Dua tahun belakangan SETARA dan survei pengukurnya, GEAS, membawa cerita perubahan ini kembali naik tingkat ke level nasional. Mereka bersama UNFPA, Kemendikbud, Kemenkes, dan Kemenag merumuskan modul PKRS nasional yang berlandas pada materi SETARA.
“Tahun 2021 modul ini selesai, kita sekaligus susun silabus, bahan ajar, dan menyeragamkan persepsi antar pemangku kepentingan dan pendidik terkait PKRS. Tahun ini koordinasi ke pemerintah daerah,” jelas Irmawati, Analisis Perencanaan Program dan Evaluasi Direktorat Guru Pendidikan Dasar Kemendikbudristek RI.
Pemerintah juga menargetkan pembinaan PKRS dengan modul nasional kepada 5000 guru di seluruh wilayah Indonesia secara bertahap, hingga tahun 2025. Nantinya akan ada fasilitator dari Kemenkes–dalam hal ini dokter puskesmas–melakukan pengajaran kepada guru inti di 34 provinsi.
Mereka diambil dari empat guru mata pelajaran Biologi, Pendidikan Jasmani, Bimbingan Konseling, dan Pembina Ekstrakulikuler. Setelah guru inti mendapat pelatihan, mereka lalu mengimbas ilmu ke teman sejawat lewat forum pembelajaran, kemudian lanjut ke guru mitra, terakhir ke guru imbas.
“Jadi SETARA dan hasil GEAS sudah mempengaruhi penentu kebijakan. Kita tinggal bersabar dan evaluasi saja,” tambah Siswanto.
Seperti halnya program pencegahan narkoba, pencegahan PKRS rasanya sudah tak relevan jika dipandang sebelah mata hanya karena ketabuan semata. Menginginkan remaja terhindar dari perilaku berisiko artinya harus memberi informasi maksimal kepada mereka. Tentunya dengan sumber yang telah diakui secara nasional dan terstandarisasi dunia.
SETARA telah mengawali seluruh cerita perubahan itu dengan aksi nyata menjadikan remaja lebih berdaya. Tentu perjuangan ini akan terus berlanjut demi mewujudkan lebih banyak remaja melek seksualitas.
Layaknya lembar demi lembar cerita perubahan yang dikisahkan kembali oleh siswa, guru, orang tua, bahkan pemangku kepentingan dalam edisi ini. Selama itu pula cerita-cerita perubahan lain akan terus diukir dan dibagikan sebagai rekam jejak keberhasilan pendidikan kespro di Indonesia oleh Rutgers, bersama SETARA.