Pertanyaan siapa tokoh yang pas untuk menjadi narasumber menemani Kang Faqih Abdul Kodir untuk Brown Bag Series live di Instagram, akhir Juli 2020 lalu terjawab sudah akhirnya. Setelah banyak nama laki-laki public figure terkenal di negeri ini dituliskan, Ridho Hafiedz muncul sebagai salah satu kandidat kuat. Salah satu yang menjadi dasar pemilihannya adalah dari postingan di media sosial dan pemberitaan media online tentang gitaris Slank tersebut. “Ini orang suka masak, lho. Dan dia sering posting hal positif tentang pasangan dan anak-anaknya. Kayaknya ngademin banget.” Komentar salah satu panitia.
Setelah melalui perjalanan panjang mencoba menghubungi dan mendapatkan waktu yang sesuai untuk Faqih dan Ridho, akhirnya duduklah kita dari jarak yang cukup jauh satu sama lain. Rutgers Indonesia di Jakarta, Faqih Abdul Kodir sang pencetus mubadalah di Cirebon, dan Ridho di pinggir pantai Pangandaran bersama keluarganya. Lihatlah bagaimana semesta justru menyatukan orang-orang yang tinggal berjauhan di dalam sebuah acara, hal yang mungkin jarang kita bisa lakukan di masa-masa normal.
Kang Faqih membuka acara dengan menjelaskan apa itu mubadalah. Sederhananya mubadalah berarti kesalingan. Yaitu relasi antara dua individu, yang kalau dalam konteks keluarga yaitu istri dan suami, dimana masing-masing memandang diri dan pasangannya setara, sama-sama bermartabat dan saling menghormati. Kalau ada yang dianggap baik akan diusahakan bersama, kalau ada hal buruk akan dihindarkan dari satu sama lain. Hal baik itu sesederhana senyum, misalnya. Setiap pasangan harus sama-sama berusaha untuk memberikan senyuman, terlepas apapun kondisinya. Jika ada hal buruk terjadi, tidak ada seorangpun yang boleh merasa berhak untuk menistakan, memukul, menghina, atau merendahkan yang lainnya merendahkan.
Setelah itu kang Faqih juga menambahkan bahwa pernikahan itu bukan sholat jamaah, jadi tidak ada itu imam dan makmum. “Kalau model imam-makmum, nanti makmumnya bisa lebih dari satu, bisa juga makmumnya laki-laki. Tidak bisa seperti itu kan?” tanyanya memancing para penonton live Instagram sore itu. Pernikahan adalah kesepakatan untuk hidup bersama membina rumah tangga, dimana berat sama dipikul dan ringan juga dijinjing bersama.
Ketika kemudian bergabung dengan Ridho Hafiedz yang sedang di pantai, dia menceritakan tentang hari-hari yang dilewatinya selama masa pandemi ini. “Ini seperti masa penebusan saja rasanya. Biasanya kan saya sering meninggalkan anak-anak untuk show ke luar kota. Jadi kesempatan banyak di rumah ini saya gunakan untuk membayar keabsenan saya dari mengurus anak.” Yang Ridho lakukan sekarang adalah memasak untuk anak-anaknya, mengerjakan tugas di rumah, dan banyak hal lain yang nyaris tidak bisa dilakukannya di
hari-hari biasa.
Sebagai personil Slank yang identik dengan band yang macho, Ridho tidak takut dicap sebagai cowok lembek karena suka memasak di rumah. “Waktu awal-awal jadi gitaris Slank tahun 97, waktu masih tinggal di rumah orang tua, sampai rumah saya masih kebagian tugas nyapu ngepel. Tidak pernah dibedakan mentang-mentang saya anggota band terkenal. Dari situ saya belajar bahwa pekerjaan rumah itu yang milik siapa saja. Tidak pandang jenis kelamin dan status lainnya.”
Sampai sekarangpun Ridho tidak pernah malu dengan hobinya memasak dan sejauh ini orang di sekelilingnya justru mendukung. “Abang sama saudara-saudara saya malah suka pesan makanan yang saya buat.” Katanya sambil tertawa. Ridho juga mengingatkan untuk para laki-laki lain agar tidak merasa malu mengerjakan pekerjaan rumah. Apalagi di masa pandemi seperti ini, teamwork dan kekompakan di dalam menghadapi masalah sedang diuji sekarang ini.
Ridho juga menceritakan bahwa dia dan Ony Seroja sang istri, tidak segan untuk bertukar peran. “Kalau saya lagi nggak di rumah, Ony yang akan berperan menjadi bapak buat anak-anak.” Menurut Ridho, membatasi diri dengan hanya bisa melakukan satu hal tertentu saja itu sudah tidak jamannya lagi. Kemudian tentang kekerasan, Ridho cerita bahwa sejak kecil dia diajarkan untuk menghargai setiap makhluk terutama perempuan. Jadi sekarang kalau melihat laki-laki yang menyakiti perempuan dia sangat nggak setuju. “Saya melihat perempuan itu seperti melihat ibu. Ibu saya, ibunya anak-anak saya. Jadi saya nggak punya alasan untuk menyakiti mereka. Dan Slank juga lagu-lagunya banyak yang bercerita tentang penghargaan terhadap perempuan lho.” Ridho mengingatkan.
Ketika bergabung kembali dengan kang Faqih, beliau langsung berkomentar, “Itu ceritanya bang Ridho kalau dituliskan sudah mubadalah banget. Couple goals itu sudah. Teamwork, saling respect, komunikasi. Itu semua ada di Al Qur’an.” Faqih mengingatkan bahwa ini semua ada di kitab yang kita imani, jadi bukan ajaran dari Barat. Anggapan bahwa laki-laki seperti Ridho Hafiedz itu adalah laki-laki takut istri itu keliru. Justru laki-laki seperti itu adalah contoh laki-laki pecinta nabi. Tradisi atau keyakinan umum yang menganggap bahwa laki-laki selamanya memimpin dan perempuan selamanya dipimpin itu yang harus diubah. Jadi asumsi bahwa pernikahan adalah memindahkan tanggung jawab terhadap anak perempuan dan ayah ke suami itu salah. Ini adalah cara pandang ketika hidup asumsinya cuma ekonomi saja dan yang punya ekonomi hanya laki-laki. Jadi asumsi dasarnya adalah laki-laki perlu seks dari perempuan dan perempuan perlu uang dari laki-laki. Padahal hidup ini sangat fleksibel, dinamis dan itu hanya bisa dikelola dengan prinsip-prinsip mubadalah. Karena kalau selamanya lelaki memimpin, itu tidak mungkin, ada sakit, ada ketidakmampuan, sementara perempuan mungkin lebih mampu pada saat itu.
“Nah ini yang paling mungkin seperti kata Ridho, team work. Siapa yang bisa, duluan. Saling melengkapi.” Kata Faqih mengakhiri diskusi sore itu. Semoga diskusi sore itu bisa menjadi pengingat untuk semua pasangan agar saling melengkapi dan menjadi lebih mubadalah.
Diskusi ini masih bisa disimak di: