Bagikan Artikel ini
SobatASK - Yayasan Gemilang Sehat Indonesia

Kamu Gak Sendirian!

BIAR GAK JADI GENERASI STRAWBERRY

SobatASK, pernah dengar istilah generasi strawberry? Strawberry dikenal sebagai buah yang lembut, gampang rusak, dan sensitif terhadap tekanan. Nah, julukan ini muncul sebagai penggambaran generasi muda masa masa kini yang dianggap sifatnya seperti buah strawberry. Generasi muda diidentikan sebagai kelompok yang kreatif dan penuh ide, tapi disaat yang bersamaan juga mudah goyah saat menghadapi tantangan.

Nah, maksudnya generasi yang sensitif dan mudah goyah dalam menghadapi tantangan itu apa sih?

Yuk, kita bahas.

Ciri-ciri Generasi Strawberry 

  1. Sensitif terhadap Kritik

Kelompok ini sering kali lebih peka terhadap pendapat orang lain. Kritik, bahkan yang sifatnya membangun, bisa terasa sangat personal dan menyakitkan bagi mereka. Dibanding menerimanya sebagai bahan evaluasi, banyak yang justru merasa down atau tersinggung. Rasa percaya diri mereka bisa dengan mudah terguncang hanya karena komentar negatif atau perbedaan pendapat.

2. Ketergantungan pada Teknologi

Teknologi dan media sosial sudah menjadi bagian besar dalam kehidupan mereka. Dari komunikasi hingga hiburan, hampir semuanya bergantung pada layar gadget. Sayangnya, ini juga bisa membuat mereka kurang terbiasa dengan interaksi sosial langsung, lebih rentan terhadap tekanan dari media sosial, dan sulit lepas dari kebiasaan scrolling tanpa henti. Jika tidak dikontrol, ketergantungan ini bisa berdampak pada kesehatan mental mereka.

3. Kurangnya Ketahanan Mental

Salah satu tantangan terbesar generasi strawberry adalah kesulitan menghadapi kegagalan. Saat mengalami hambatan, mereka lebih mudah merasa cemas, stres, bahkan putus asa. Tekanan hidup bisa terasa begitu berat, membuat mereka kewalahan dalam menghadapi situasi sulit. Kurangnya ketahanan mental ini juga bisa berdampak pada tingkat motivasi yang rendah, sulitnya mengambil keputusan, dan kecenderungan untuk menyerah lebih cepat dibanding generasi sebelumnya.

  1. Suka Self-diagnosed

Dalam beberapa tahun terakhir, kesadaran akan kesehatan mental semakin meningkat, didukung oleh kemajuan di bidang psikologi dan akses informasi yang lebih luas. Berbagai istilah seperti anxiety, depression, hingga burnout kini lebih sering dibahas, baik di media maupun percakapan sehari-hari. Namun, di tengah kemajuan ini, banyak anak muda justru cenderung melakukan self-diagnosis tanpa berkonsultasi dengan ahli. Terpapar informasi dari media sosial, mereka kerap mengaitkan pengalaman pribadi dengan gejala yang mereka baca, tanpa memahami kompleksitas diagnosis psikologis. Akibatnya, alih-alih mencari bantuan yang tepat, mereka justru merasa semakin terpuruk, meyakini diri mereka mengalami gangguan mental tanpa proses evaluasi yang benar. 

Penyebab Munculnya Generasi Strawberry

1. Pola Asuh 

Dulu, kehidupan jauh lebih sulit. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, manusia harus bekerja keras melakukan banyak hal secara manual. Kontras dengan kehidupan saat ini di mana semua bisa didapat dengan sekali klik. Pesan makanan lewat aplikasi, komunikasi serba cepat, belajar pun bisa secara online. Hidup terasa lebih mudah dan nyaman dibandingkan generasi sebelumnya.

Di tengah kehidupan yang serba cepat ini, banyak orang tua tanpa sadar mengadopsi pola asuh yang juga instan. Mereka tidak ingin anaknya merasakan kesulitan seperti yang mereka alami dulu. Maka, saat anak mengeluh, solusi paling cepat adalah memenuhi keinginannya, membelikan gadget baru, memenuhi permintaan tanpa banyak pertimbangan, atau bahkan menggantikan waktu bersama dengan pemberian materi.

Akibatnya, anak-anak tumbuh dalam lingkungan yang nyaman, tetapi kurang terbiasa menghadapi tantangan kehidupan sehari-hari. Mereka jarang mengalami proses berusaha untuk mendapatkan sesuatu. Tidak ada dorongan untuk bersabar, mencari solusi, atau belajar dari kegagalan. Lama-kelamaan, daya juang anak berkurang. Begitu menghadapi tekanan di dunia nyata baik di sekolah, pekerjaan, atau hubungan sosial, mereka lebih mudah merasa kewalahan dan putus asa. 

  1. Media Sosial

Media sosial memungkinkan kita melihat kehidupan orang lain kapan saja. Kita bisa tahu siapa yang baru liburan ke luar negeri, siapa yang sukses di usia muda, atau siapa yang selalu terlihat bahagia. Tapi di sinilah masalahnya. Media sosial sering kali hanya menampilkan sisi terbaik seseorang. Foto-foto penuh senyum, pencapaian gemilang, dan kehidupan yang tampak sempurna bisa membuat kita merasa tertinggal. Orang muda rentan mulai membandingkan diri sendiri dengan standar yang sebenarnya tidak sepenuhnya nyata.

  1. Perubahan sosial dan lingkungan

Dunia berubah dengan sangat cepat, baik dari segi teknologi, budaya, maupun tuntutan kehidupan. Tuntutan kehidupan untuk terus berkembang, beradaptasi, dan bersaing menjadi lebih tinggi dibandingkan generasi sebelumnya. Generasi muda harus menghadapi ekspektasi besar dari lingkungan sekitar, baik dalam pendidikan, karier, maupun kehidupan sosial. 

Bagaimana Agar Tidak Menjadi Generasi Strawberry?

  1. Belajar untuk meregulasi emosi
  2. Bangun relasi positif dengan diri sendiri
  3. Sadari bahwa setiap orang punya titik awal yang berbeda 
  4. Pahami bahwa kehidupan dipengaruhi oleh sistem yang lebih besar 
  5. Hanya fokus pada hal yang bisa dikendalikan 
  6. Bangun Batasan Diri yang Sehat
  7. Pahami Bahwa akan Selalu Ada tantangan dalam kehidupan dan kegagalan adalah pelajaran terbaik
  8. Kurangi ketergantungan pada validasi eksternal 
  9. Jadikan kesuksesan orang lain sebagai motivasi, bukan tolak-ukur untuk diri sendiri
  10. Gali terus potensi terbaik dirimu

SobatASK, dunia akan selalu berubah, dan hanya mereka yang siap beradaptasi, belajar dari kegagalan, serta terus menggali potensi diri yang akan sukses dalam kehidupannya. 

Mulai sekarang, yuk bangun mental yang kuat, berdaya, dan siap menciptakan berbagai inovasi! 

Ingin Mendapatkan Kabar Terbaru dari Kami?

Berlangganan Nawala Yayasan Gemilang Sehat Indonesia

Logo Yayasan Gemilang Sehat Indonesia - Full White

Yayasan Gemilang Sehat Indonesia (YGSI) merupakan lembaga non-profit atau NGO yang bekerja di Indonesia sejak 1997 untuk isu Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR), serta pencegahan Kekerasan Berbasis Gender dan Seksual (KBGS). Kami percaya bahwa seksualitas dan kesehatan reproduksi manusia harus dilihat secara positif tanpa menghakimi dan bebas dari kekerasan.

Keranjang
  • Tidak ada produk di keranjang.