Kamu pasti sudah sering mendengar tentang istilah ‘toxic relationship’. Mungkin salah satu sahabat kamu mengalaminya. Atau bahkan mungkin kamu sendiri pernah terjebak di dalamnya.
Mungkin belakangan ini kamu juga mulai menyadari bahwa ternyata di sekitar kamu ada banyak hubungan percintaan yang sebenarnya enggak membuat bahagia, namun tetap dipertahankan karena berbagai alasan. Mungkin kamu bertanya-tanya, kenapa seseorang bisa masuk ke dalam hubungan yang enggak sehat. Tapi sebenarnya pertanyaan besarnya adalah, kenapa seseorang bisa terjebak di dalamnya dalam waktu lama dan sulit keluar dari hubungan tersebut.
Ciri khas toxic relationship adalah terjadinya empat siklus kekerasan yang terus berulang. Fase awal biasanya dimulai dari adanya ‘pertengkaran’ yang terkadang timbul dari hal kecil, yang kemudian dalam waktu singkat masuk ke fase berikutnya yaitu ‘tindakan’. Fase ini adalah fase dimana pasangan akan melakukan kekerasan, baik verbal, fisik maupun seksual’. Bisa berupa kata-kata kasar, atau bahkan memukul. Fase berikutnya adalah fase ‘maaf-memaafkan’. Di fase ini, pasangan yang toxic biasanya akan minta maaf sambil menyalahkan (blaming) pasangannya. Oleh karena menyalahkan diri sendiri, korban akan memaafkan pelaku. Fase berikutnya adalah fase ‘honeymoon’ atau berbaik-baikan. Fase honeymoon terasa seperti situasi dimana awal berpacaran. Semua terasa manis dan menyenangkan. Nah, siklus ke-empat fase ini akan terus berulang sampai dengan salah satu pasangan melepaskan diri dari jeratan toxic relationship.
Nah, lalu apa yang biasanya menjadi penyebab seseorang terjebak dalam hubungan enggak sehat? Yuk disimak:
- FEAR (Perasaan takut)
Hal yang paling mendasari seseorang terjebak di dalam toxic relationship adalah karena RASA TAKUT. Bisa karena takut ditinggal pacar, takut sendiri, atau takut enggak punya teman atau kehilangan teman-teman. Ketakutan yang deep-seated di dalam diri seseorang ini (yang bahkan mungkin enggak dia sadari) yang menyebabkan dia kesulitan untuk keluar dari toxic relationship. Terkadang membutuhkan bantuan ahli untuk dapat mengidentifikasi hal ini dan keluar dari perasaan takut tersebut.
- Normalize (Normalisasi)
Seseorang yang enggak bisa keluar dari toxic relationship biasanya karena sudah melewati fase ‘normalisasi situasi’ atau merasa enggak punya pilihan selain bertahan. Terkadang, dia akan mengatakan ‘ya, udahlah’, atau ‘ya mau diapain lagi orangnya emang kayak gitu’. Padahal, dia sangat sadar bahwa hubungannya sudah enggak membahagiakan, bahkan seringkali membuat sedih, kecewa, bahkan marah yang enggak bisa dia ungkapkan.
- Hope (Pengharapan)
Seseorang biasanya bertahan karena meyakini bahwa suatu hari, hubungan akan berubah menjadi lebih baik atau pasangan akan berubah menjadi seseorang yang lebih sabar, lebih pengertian, lebih memahami. Harapan tersebut yang membuatnya terus bertahan walaupun enggak bahagia. Well, perubahan bukan sesuatu yang bisa terjadi dalam semalam. Butuh waktu dan proses sangat panjang untuk seseorang bisa berubah.
- Denial (Penyangkalan)
Denial adalah jenis mekanisme pertahanan yang melibatkan pengabaian realitas situasi untuk menghindari kecemasan dan perasaan tertekan. ‘Ah, dia enggak gitu kok, barangkali dia cuma khawatir aja’, atau ‘Wajar sih kalo dia marah lihat aku ngobrol sama cowok lain, dia cuma cemburu aja kok.’. Kalimat ini biasanya diucapkan untuk meminimalisir tindakan kekerasan yang dilakukan pasangannya ketika seseorang menerima perlakukan kasar dari pasangannya, bahkan ketika dipukuli atau dimaki-maki di depan umum.
Harus dipahami, enggak ada siapapun yang ingin berada apalagi terjebak di dalam situasi toxic relationship. Jika kita memahami alasan mengapa seseorang bisa terjebak di dalam hubungan enggak sehat, kita akan lebih mampu berempati dan memberi dukungan yang tepat.