MANSPLAINING
Hai, SobatASK! Pernah nggak sih kamu lagi cerita atau ngejelasin sesuatu, tapi tiba-tiba ada orang yang langsung potong dan mulai ngejelasin hal yang sebenarnya kamu udah tahu? Atau bahkan kamu lebih paham dari dia? Nah, kalau kamu pernah ngalamin hal kayak gitu, bisa jadi kamu mengalami mansplaining.
Mansplaining itu gabungan dari kata “man” (laki-laki) dan “explaining” (menjelaskan). Istilah ini dipakai buat menggambarkan situasi ketika laki-laki menjelaskan sesuatu ke perempuan dengan cara yang merendahkan, seolah-olah si perempuan nggak ngerti (padahal bisa jadi udah tahu, bahkan sudah berpengalaman)
Mengapa Laki-laki secara sadar atau tidak melakukan mansplaining?
Mansplaining sering kali muncul karena adanya bias sosial yang sudah tertanam sejak lama. Di banyak masyarakat, termasuk Indonesia, laki-laki sejak kecil lebih sering didorong untuk percaya diri, vokal, dan tampil sebagai pemimpin. Sementara itu, perempuan lebih sering diajarkan untuk mendengarkan, mengalah, atau tidak terlalu “banyak bicara.” Ketimpangan ini ter bahwa laki-laki lebih tahu, atau lebih pantas didengar, bahkan ketika mereka sebenarnya tidak lebih kompeten dalam topik tertentu. Akibatnya, banyak laki-laki yang tanpa sadar merasa punya “hak istimewa” untuk menjelaskan sesuatu, meski lawan bicaranya jauh lebih paham.
Fenomena ini juga diperkuat oleh sistem sosial yang cenderung menyepelekan suara perempuan di ruang publik. Dalam dunia kerja, misalnya, perempuan sering kali harus bekerja lebih keras untuk didengar dan diakui idenya bahkan ide yang sama bisa lebih dihargai ketika disampaikan oleh laki-laki. Ini bukan cuma pengalaman sehari-hari, tapi juga tercatat dalam berbagai studi. Misalnya, sebuah studi dari Harvard Business Review menunjukkan bahwa perempuan lebih sering dipotong saat berbicara dalam rapat, dan pendapat mereka kerap diabaikan atau diklaim ulang oleh rekan laki-laki. Jadi, mansplaining bukan soal satu-dua orang yang sok tahu, tapi bagian dari struktur sosial yang belum sepenuhnya memberi ruang yang adil untuk semua suara.
Ini beberapa contoh mansplaining yang dekat dengan kehidupan sehari-hari
Bayangin kalau ada cowok yang liat kamu main game, terus langsung bilang, ‘Kamu tau nggak cara pake skill ini? Soalnya karakter itu tuh harusnya digerakin kayak gini lho.’
Padahal kamu udah ranking tinggi.
Misalnya, kamu sedang berdiskusi di kelas soal topik sosial, dan kamu—yang sudah riset mendalam—lagi menjelaskan argumenmu. Tapi tiba-tiba, ada teman laki-laki yang memotong dan mulai menjelaskan ulang poin yang barusan kamu sampaikan, seolah-olah dia yang pertama kali mikir ide itu. Lebih parah lagi kalau dia kasih penjelasan dengan nada meremehkan.
Nah, apa sih bedanya niat bantu vs mansplaining?
Kalau seseorang cuma pengen bantu atau diskusi tanpa ngerendahin, itu bukan mansplaining. Tentu obrolannya akan jadi dua arah juga di mana kamu dan orang itu saling bertukar pengetahuan. Namun, kalau dia menjelaskan sambil ngeremehin kemampuan kamu, nggak dengerin dulu soal kemampuan kamu, bahkan ngga kasih ruang buat kamu bicara, udah jelas itu mansplaining, yah.
Jadi intinya, mansplaining itu cara dan sikap menjelaskan yang merasa lebih superior dari gender lain. Bisa jadi perempuan melakukan hal ini juga ke laki-laki, tapi istilah mansplaining muncul perempuan mengalami gini di tempat kerja, sekolah, bahkan di rumah.
Kalau kita nggak menyadarinya, mansplaining bisa terus berlangsung dan makin menormalisasi ketimpangan kekuasaan dalam komunikasi. Itu sebabnya penting buat orang muda, termasuk SobatASK, untuk lebih peka dan kritis, supaya kita bisa sama-sama membangun budaya diskusi yang setara, terbuka, dan saling menghargai.