SobatASK mungkin sudah familiar dengan istilah Toxic Masculinity, tapi apa saja sih sebenarnya ciri-cirinya? Bagaimana fenomena ini berdampak pada kesehatan mental laki-laki?
Yuk, kita bahas!
Toxic Masculinity adalah tekanan sosial dari masyarakat luas yang diberikan kepada laki-laki untuk berperilaku dengan cara tertentu yang dianggap sesuai dengan standar “maskulin”. Contoh sederhananya, sejak kecil laki-laki diajarkan untuk selalu kuat, menangis adalah sebuah tanda kelemahan.
Bagaimana toxic masculinity berkembang di masyarakat?
Perkembangan toxic masculinity berkaitan erat norma sosial dan budaya yang diajarkan dari generasi ke generasi. Dari iklan, film, acara TV, hingga interaksi sehari-hari, laki-laki digambarkan sebagai sosok mendominasi dalam berbagai aspek kehidupan, kuat, rasional, “macho” dan merupakan seorang pemimpin. Laki-laki divisualisasikan sebagai makhluk yang tak mengutamakan perasaannya. Stereotipe ini terus dilanggengkan oleh keluarga, teman sebaya, hingga lingkungan pendidikan. Akibatnya, sejak kecil laki-laki harus memenuhi ekspektasi yang tidak realistis.
Maskulinitas yang dianggap sebagai sifat ideal ini tidak hanya membatasi laki-laki dalam mengekspresikan diri, tetapi juga menimbulkan berbagai masalah kesehatan mental seperti stres, kecemasan, dan depresi. Berbagai tekanan seperti harus selalu kuat, dan mandiri pada akhirnya membuat mereka merasa terisolasi dan kesepian. Ketika emosi negatif terakumulasi tanpa ada cara yang sehat untuk mengekspresikannya, kesehatan mental pun menjadi taruhan.
SobatASK, mari kita pelajari apa aja sih ciri maskulinitas yang terbentuk di masyarakat!
- Self-sufficiency
Seorang laki-laki tidak pantas untuk menceritakan keluh kesahnya dan apa yang ia rasakan ketika ia merasa sedih. Ia harus mencari jalan keluar sendiri untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi.
- Acting Tough
Jika ada perundungan atau sikap-sikap buruk yang dilakukan kepada laki-laki, Ia harus membalas. Laki-laki dituntut harus tampak kuat meski sedang merasa takut.
- Physical Attractiveness
Jika seorang laki-laki tidak menarik secara penampilan, ia tidak akan bisa sukses. Atau, laki-laki yang gemar bersolek tidaklah manly atau jantan.
- Rigid Masculine Gender Roles
Laki-laki tidak diajarkan untuk ikut serta dalam peran domestik seperti memasak, membersihkan rumah, dan mendidik anak. Peran seorang suami dalam rumah tangga adalah sebagai pemimpin, pencari nafkah, dan harga dirinya dianggap tercoreng apabila melakukan pekerjaan rumah.
- Hyper Sexuality
Hiperseksualitas atau dorongan seksual yang berlebihan, sering kali dikaitkan dengan stereotip dominasi laki-laki.
- Aggression dan Control
Ada anggapan yang mewajarkan laki-laki untuk menggunakan kekerasan untuk mendapatkan rasa hormat. Contohnya, seorang suami adalah pembuat keputusan utama di dalam rumah tangga.
SobatASK, dampak dari toxic masculinity yang terbentuk di masyarakat sangat merugikan kesehatan mental laki-laki loh. Sebagai individu, laki-laki yang merasa harus selalu kuat dan mandiri sering kali menekan emosi mereka, yang dapat memicu stres kronis, kecemasan, dan depresi. Mereka tidak merasa bebas untuk mengekspresikan kelemahan atau kerentanan, sehingga bisa memicu laki-laki berada di kondisi-kondisi berikut:
- Merasa sedih, depresi, kesepian, atau stres.
- Mengisolasi diri dari kehidupan sosial.
- Melakukan penyalahgunaan obat-obatan.
- Kehilangan gairah untuk melakukan kegiatan sehari-hari.
- Memiliki persepsi body image yang keliru.
- Memiliki pemikiran untuk bunuh diri.
SobatASK, toxic masculinity menciptakan hubungan yang tidak sehat dan konflik dalam kehidupan laki-laki, baik itu relasi dengan diri sendiri, keluarga di rumah, maupun di masyarakat. Toxic masculinity tidak hanya merugikan kesehatan mental laki-laki secara individu, tetapi juga memperkuat siklus tekanan sosial yang merugikan kesejahteraan di masyarakat.
Teruntuk SobatASK laki-laki, nggak apa-apa untuk mengekspresikan perasaanmu jika kamu sedang merasa sedih, kesepian, kecewa, lelah atau apa pun itu. Nggak perlu takut sama perasaanmu, ya. Sadari bahwa berbagai perasaan ini adalah bagian dari dirimu sebagai manusia. Jangan ragu untuk menyalurkan perasaanmu dengan cara-cara yang positif. Nggak ada salahnya juga jika laki-laki harus berbagi peran dengan perempuan dalam kehidupan sehari-hari. Perilaku itu nggak akan membuatmu jadi less of a man.