- Studi baseline Aliansi “Yes I Do” di Lombok Barat menunjukkan terdapat 17% perempuan menikah pada usia di bawah usia 16 tahun, 62,3% perempuan mengalami putus sekolah akibat kehamilan remaja.
- Bupati Lombok Barat berkomitmen mendukung integrasi Gerakan Anti Perkawinan Anak (Gerakan Anti Merariq Kodeq) dengan program “Yes I Do” untuk mencegah dan mengurangi perkawinan anak di Kabupaten Lombok Barat.
Lombok Barat, 24 Mei 2017– Rutgers WPF Indonesia, Plan International Indonesia, dan Aliansi Remaja Independen yang tergabung dalam aliansi bersama pemerintah Kabupaten Lombok Barat meluncurkan program pencegahan perkawinan anak dan kehamilan remaja di Kantor Aula kantor Bupati Lombok Barat. Bupati Lombok Barat, H. Fauzan Khalid, S.ag M.Si. melalui sambutan yang diwakilkan oleh asisten 1 Sekda Drs. Halawi Mustafa meresmikan program “Yes I Do”. Program ini akan diintegrasikan dengan inisiatif Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Barat terkait isu perkawinan anak yaitu Gerakan Anti Merariq Kodeq (GAMAK). Pada kesempatan ini, Kepala Bidang Lingkungan Ramah Anak pada Asisten Deputi Pengasuhan Keluarga dan Lingkungan, Sri Martani Wahyu Widayati dari Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), juga menyampaikan dukungannya untuk program “Yes I Do”. Program ini sejalan dengan beberapa prioritas KPPPA yaitu pencegahan perkawinan anak dan terwujudnya Kabupaten Layak Anak. Program pencegahan perkawinan anak dan kehamilan remaja ini akan turut berkontribusi dalam pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) nomor 3 (kesehatan yang baik dan kesejahteraan), 4 (pendidikan yang berkualitas), dan 5 (kesetaraan gender).
Program “Yes I Do” dijalankan selama lima tahun dengan menyasar pada remaja perempuan usia 10-18 tahun untuk mencegah dan melindungi mereka dari perkawinan anak, kehamilan remaja dan praktik berbahaya bagi kesehatan reproduksi perempuan. Program ini dilaksanakan di 12 desa di Kabupaten Sukabumi, Lombok Barat dan Rembang. “Yes I Do” mengembangkan dan mengimplementasikan model berbasis komunitas yang turut melibatkan remaja laki-laki, perempuan dan laki-laki dewasa/orang tua, dan guru-guru sekolah. Program ini mendapatkan dukungan dari Pemerintah Daerah di tiga Kabupaten tersebut dan telah mulai diintegrasikan dengan program-program relevan pada SKPD terkait serta gerakan masyarakat sipil di tingkat lokal.
Merujuk pada studi baseline Aliansi “Yes I Do” oleh Pusat Kajian Gender dan Seksualitas Universitas Indonesia pada 2016 di Kabupaten Lombok Barat, terdapat 17% perempuan menikah pada usia di bawah 16 tahun. Selain itu, terdapat 62,3% perempuan mengalami putus sekolah akibat kehamilan remaja dan 55,7% putus sekolah akibat perkawinan anak. Persoalan tersebut berdampak pada tingginya angka kematian ibu dan bayi, bayi lahir prematur, anak dengan gizi buruk, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan perceraian.
Di Kabupaten Lombok Barat, program “Yes I Do” diimplementasikan oleh mitra lokal yaitu Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) NTB/Lombok Barat, Aliansi Remaja Independen (ARI) NTB, Lemaga Perlindungan Anak Rembang, PUPUK dan Pemerintah Kabupaten Lombok Barat. Menurut Hidayat, Direktur Eksekutif PKBI NTB/Lombok Barat, aliansi akan mendorong komitmen Pemerintah Lombok Barat untuk membuat Peraturan Daerah terkait pencegahan pernikahan anak di Kabupaten Lombok.
Dalam pidatonya, Bupati Lombok Barat mengemukakan bahwa target pemerintah Kabupaten Lombok pada 2019 adalah menaikkan batas usia perkawinan menjadi 21 tahun baik untuk laki-laki maupun perempuan. Saat Diksusi Publik, Sri Martani W. Widayati dari KPPPA mengungkapkan “pencegahan dan penurunan angka perkawinan anak bukan hanya tugas pemerintah, tetapi juga perlu kerja sama untuk melibatkan sumber daya dan komitmen dari pihak lainnya seperti LSM, lembaga donor, dan komunitas desa.’
Keberadaan program ini diharapkan mampu menurunkan angka perkawinan anak, kehamilan remaja, dan praktik berbahaya bagi kesehatan reproduksi perempuan di Lombok Barat sehingga turut berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan masyarat Lombok Barat secara keseluruhan.