Kehidupan remaja kerap kali dihadapkan pada situasi-situasi yang enggak bisa selalu dikontrol oleh dirinya sendiri. Enggak semua keinginan bisa sekonyong-konyong dimiliki atau dilakukan, selagi masih ada orang dewasa yang jadi ‘penjaga gawang’ untuk menentukan keputusan.
Orang dewasa yang dimaksud di sini adalah orang tua dan atau guru di sekolah. Iya, mereka-mereka inilah yang mungkin sering kamu anggap sebagai ‘si tukang ngatur’ atau ‘si suka ngelarang-larang’ ketika kamu lagi punya kemauan.
“Lagian kenapa sih kok suka banget ngatur-ngatur, ngelarang-larang? Aku kan udah gede!”. Sering kan, kamu berpikir kayak gini? Sebelum judging atau ngambek- ngambek enggak jelas saat kamu diceramahin ina inu atau enggak dibolehin ini itu, coba deh baca dulu alasan kenapa orang dewasa suka mengatur atau melarang berikut ini. Supaya enggak salah paham~
Otak remaja masih terus berkembang, membuatmu ingin menentang dan enggak mau dikekang
Pada masa pubertas, bagian otak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang signifikan. Terutama bagian terdepan otak, yakni prefrontal cortex (PFC) yang berperan dalam fungsi kognitif, termasuk kontrol diri, perencanaan, pembuatan keputusan, hingga pemecahan masalah.
Nah, karena PFC ini masih dalam tahap perkembangan, remaja mengandalkan bagian otak bernama amigdala untuk mengambil keputusan dan memecahkan masalah. Padahal, amigdala ini terkait dengan fungsi emosi, agresi, dan perilaku naluriah.
Hal ini menjelaskan kenapa remaja sering disebut labil, meledak-ledak, lebih sering melakukan tindakan impulsif, rentan dan mudah terpengaruh, termasuk juga keliru dalam mengambil keputusan. Enggak heran kamu selalu merasa diatur-atur dan dikekang tiap kali orang dewasa memberikan arahan.
Cara penyampaian orang dewasa terkadang kurang pas, sehingga malah dicap banyak aturan
Setiap orang tua tentu ingin yang terbaik untuk anaknya, bukan? Penginnya anaknya sehat, aman, sukses, berkualitas, terjamin, bahagia, dan harapan-harapan baik
lainnya. Salah satu bentuk rasa sayang dan perhatiannya itu dicurahkan dengan memberikan nasihat dan arahan – yang menurut mereka baik dan tepat.
Nah, seringkali mereka kebingungan bagaimana cara penyampaian yang pas dan bisa dimengerti oleh anak remajanya, sehingga terkesan memarahi dan membatasi gerakmu. Akhirnya, yang ditangkap olehmu hanyalah omelan, aturan, dan larangannya, bukan pesan utamanya. Makna tersirat yang ada di setiap larangan itu kamu anggap sebagai bentuk ikut campur. Padahal kan enggak ada maksud over protective kayak gitu, ya 🙁
Misalnya, ketika orang tua melarangmu untuk bergaul dengan si A, tentu ada maksud baik di baliknya. Karena setiap orang tua pasti ingin kamu memiliki lingkungan yang baik. Berteman dengan orang yang baik yang bisa memberi efek positif bagimu.
Kalau kamu merasa kurang setuju dengan arahan orang dewasa, sampaikan dengan sopan dan tetap respek, ya!
Jangan keburu cekcok dulu kalau kamu merasa enggak setuju dengan arahan atau nasihat orang dewasa, terutama orang tua. Cobalah untuk mengomunikasikannya. Sampaikan argumenmu dengan jelas, jujurlah pada mereka kalau kamu enggak suka cara penyampaian mereka yang terkesan mengatur dan membatasi. Karena, bisa jadi orang dewasa juga terlalu otoriter sehingga ingin kamu menuruti apa yang mereka katakan. Atau, sesimpel mereka juga enggak sadar kalau cara penyampaiannya terlalu berlebihan.
Kalau sudah dikomunikasikan, niscaya bakal lebih enak pengambilan keputusannya nanti. Enggak lagi karena merasa terpaksa. Ingat, komunikasi adalah kunci.
Terlepas dari itu, kamu perlu menyadari satu hal bahwa apa yang orang dewasa lakukan, dalam hal ini adalah orang tuamu, adalah demi kebaikanmu, menjagamu dari hal-hal yang negatif. Jadi kamu juga harus menghargai nasihatnya dan tetaplah bersikap sopan, ya!
Sumber:
https://hellosehat.com/saraf/tahapan-perkembangan-otak-manusia/
https://visecoach.com/articles/read/ketahui-alasan-anak-remaja-kerap-bersikap-menentang
https://iteba.ac.id/blog/alasan-orang-tua-tidak-setuju-pilihan-jurusan-kuliah/
https://www.hipwee.com/list/makna-tersembunyi-larangan-orangtua/